Thursday, July 18, 2013

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Rawat Gabung

Apa itu IMD?

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses kontak kulit antara ibu dengan bayi yang dilakukan SEGERA setelah bayi lahir dan harus dilakukan minimum selama 1 jam. IMD adalah hak ibu dan bayi. Maka itu, orangtua perlu mencari informasi tepat mengenai IMD dan rumah sakit yang mendukung IMD setelah proses melahirkan. IMD ini sendiri dilindungi undang-undang yakni UU No. 36/2009 tentang kesehatan.

Bagaimana Tata Laksana IMD ?
Kerjasama semua tenaga kesehatan yang terlibat dalam proses kelahiran. Maka dari itu penting untuk mengkomunikasikan keinginan ibu untuk melakukan IMD kepada bidan, dokter kandungan dan dokter anak selama masa kehamilan. Penting juga untuk mencari fasilitas kesehatan (rumah sakit atau klinik) yang pro-ASI dan menerapkan IMD dan rawat gabung dengan benar.
Ibu dan bayi dalam kondisi stabil, tidak ada kondisi gawat darurat, seperti: bayi sulit bernapas atau ibu mengalami pendarahan hebat.
Dapat dilakukan pada kelahiran normal dan cesarian (selama ibu tidak dibius total dalam operasi)
Minimal dilakukan selama 1 jam
Dilakukan segera setelah bayi lahir. Bayi dibersihkan badannya dengan handuk, kecuali bagian tangannya dan kemudian langsung diletakkan di dada ibu
Agar efektif, IMD harus diikuti dengan rawat gabung . IMD tanpa Rawat Gabung sama saja tidak IMD. 

Apa Saja Manfaat IMD?
Ibu dan bayi segera dapat mendapatkan manfaat bonding dan kontak kulit pertama segera setelah proses melahirkan. Kontak kulit ibu dan bayi bermanfaat antara lain untuk menurunkan resiko kematian bayi akibat kedinginan, mengurangi stres pada bayi, dan membuat detak jantung bayi lebih optimal
Bayi memperoleh kolostrum, karena sentuhan bayi merangsang hormon oksitosin yang memancing keluarnya kolostrum atau ASI pertama yang sangat kaya antibodi yang sangat bermanfaat bagi bayi.
Bayi yang memperoleh kesempatan untuk IMD dengan benar memiliki peluang lebih besar untuk sukses menyusui

Apa Saja yang Terjadi dalam Proses IMD?
Segera setelah persalinan, baik normal maupun caesar, bayi dikeringkan (kecuali kedua tangannya) dan diletakkan tengkurap, skin to skin di atas dada ibunya minimal selama 1 jam. Dalam suatu penelitian, telah ditemukan bahwa ternyata bayi akan melakukan gerakan-gerakan yang sangat khas, yang kemudian membantu meningkatkan hormon oksitosin ibu sehingga merangsang kontraksi rahim, melancarkan refleks aliran ASI dan memperkuat interaksi ibu dan bayi. Berikut ini adalah gambaran apa saja yang terjadi dalam proses IMD dari menit ke menit (setiap bayi mungkin mengalami proses atau tahapan yang berbeda):
menit ke-6, bayi mulai membuka mata
menit ke-11, mulai memijat payudara ibu
menit ke-12, memasukkan tangan ke mulut
menit ke-21, mulai mencari-cari putting pada payudara ibu
menit ke-25, meletakkan tangan yang sudah dibasahi diatas payudara ibu; putting menjadi menonjol
menit ke-27, mengeluarkan lidah dan mulai menjilati puting
menit ke-50 hingga 80, mulai menyusu sendiri

Biarkan kulit kedua bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama paling tidak 1 jam; bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, tetap biarkan kulit ibu – bayi bersentuhan sampai setidaknya 1 jam. Bila dalam 1 jam menyusu awal belum terjadi, ibu dibantu dengan mendekatkan bayi ke puting tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi. Beri waktu kulit melekat pada kulit 30 menit atau 1 jam lagi. Setelah setidaknya melekat kulit ibu dan kulit bayi setidaknya 1 jam atau selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang, diukur, dicap, dan diberi vitamin K.

Bagaimana Prosedur IMD di Kamar Operasi pasca operasi Cesarian?
IMD di ruang operasi tak jauh berbeda dengan saat di ruang bersalin. Hanya saja keadaan ruang operasi dengan suhu udara yang dingin tentu memerlukan pendampingan lebih intensif dari dokter atau bidan saat bayi saat dilakukan IMD. Terutama upaya menjaga kehangatan suhu tubuh bayi selama dalam dekapan ibu agar terhindar dari hipotermia.
Segera setelah bayi lahir harus dipastikan dengan pemeriksaan dokter Anak atau dokter Anasthesi terlebih dulu bahwa kondisi bayi sehat. Posisi pembatas area operasi diatur sedemikian rupa agar ada ruang untuk bayi dan ibu melakukan IMD.
Kemudian kepala bayi ditutup dengan selimut hangat atau diberi topi khusus bayi dan ganti selimut bayi. Selanjutnya posisi bayi tengkurap di dada ibu agar kontak kulit dengan kulit. Kehangatan suhu tubuh ibu menjadi inkubator terbaik bagi bayi. Tubuh ibu secara alamiah akan menghasilkan panas yang menghangatkan bayi dalam dekapannya.
Bidan atau dokter mendampingi dan membantu ibu menjaga posisi bayi agar aman. Beri kesempatan ibu untuk memandang bayinya dan mendekap selama operasi berjalan. Biarkan bayi mencari sendiri puting payudara ibu dan menghisapnya.

Apa itu Rawat Gabung?
Kondisi dimana ibu dan bayi dirawat dalam ruang yang sama selama 24 jam, sehingga bayi tidak diletakkan dalam ruang bayi yang terpisah dari ibu.

Apakah Manfaat Rawat Gabung?
Mempercepat mantapnya dan terus terlaksananya proses menyusui. Dengan rawat gabung ibu dapat memberi ASI sedini mungkin, juga lebih mudah memberikan ASI. Adanya kontak terus menerus antara ibu dan bayinya memungkinkan ibu segera mengenali tanda-tanda bayinya ingin minum sehingga ibu/bayi dapat menyusui/menyusu on demand. Ibu yang melakukan rawat gabung menghasilkan ASI yang lebih banyak, lebih dini, menyusui lebih lama, dan lebih besar kemungkinannya menyusui eksklusif dibandingkan ibu yang tidak melakukan rawat gabung.
Memungkinkan proses bonding Rawat gabung akan meningkatkan ikatan batin antara ibu dan bayinya. Makin banyak waktu ibu bersama bayinya, makin cepat mereka saling mengenal. Ibu siap memberikan respon setiap saat. Rawat gabung juga menurunkan hormon stres pada ibu dan bayi.
Menurunkan infeksi Adanya kontak kulit dengan kulit antara bayi dan ibunya memungkinkan bayi terpapar pada bakteri-bakteri normal pada kulit ibu, yang dapat melindungi bayi terhadap kuman-kuman berbahaya.
Keuntungan untuk bayi Bayi yang dirawat gabung akan lebih jarang menangis, lebih mudah ditenangkan, lebih banyak tidur. Mereka minum lebih banyak dan berat badannya lebih cepat naik. Bayi juga lebih hangat karena berada dalam kontak terus menerus dengan kulit ibunya.
Melatih keterampilan ibu merawat bayinya sendiri Tindakan perawatan bayi yang dilakukan di dekat ibunya akan membantu ibu untuk melatih ketrampilan merawat bayinya sendiri, sehingga pada saat pulang ibu sudah tidak canggung lagi merawat bayinya. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu.


Sumber:







Wednesday, July 17, 2013

Relaktasi (menyusui kembali)

Apakah itu Relaktasi?

Relaktasi adalah proses menyusui kembali. Ini terjadi ketika seorang ibu memutuskan kembali menyusui anaknya setelah berhenti menyusui, tanpa melihat berapa lama laktasi terhenti. Relaktasi bisa dilakukan oleh para ibu setelah beberapa hari, beberapa minggu, bahkan beberapa tahun setelah berhenti menyusui.

Kondisi apa saja yang membutuhkan relaktasi?
Bayi terpisah dari ibu karena salah satu dari mereka sakit dan setelah sembuh ingin memberikan ASI kembali
Ibu yang beberapa saat tidak dianjurkan menyusui, misalnya untuk pemeriksaan dengan zat radioaktif.
Bayi prematur saat mulai belajar menyusu sehingga proses pemberian ASI atau susu formula dilakukan dengan alat bantu. Setelah berat badan si bayi cukup, si ibu ingin menyusuinya secara langsung.
Yang paling umum, karena berbagai alasan (misalnya produksi ASI menurun), seorang ibu beralih ke susu formula, sehingga akhirnya menurunkan produksi ASI

Faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan relaktasi?

1. Hal yang berhubungan dengan bayi
  • Keinginan bayi untuk menyusu. Keberhasilan relaktasi terjadi bila bayi segera menyusu saat didekatkan pada payudara. Pada awalnya bayi memerlukan bantuan untuk dapat melekat dengan benar pada payudara. Salah satu penelitian relaktasi menemukan bahwa 74% bayi menolak untuk segera menyusu pada awal laktasi yang disebabkan karena bayi kesulitan melekat pada payudara dan memerlukan bantuan tenaga kesehatan yang terlatih untuk mengatasinya. Penolakan pada awal relaktasi bukan berarti bayi akan selalu menolak menyusu pada ibu, diperlukan kesabaran ibu untuk menghadapi hal ini.
  • Usia bayi. Akan lebih mudah melakukan relaktasi pada bayi baru lahir sampai bayi berusia kurang dari 8 minggu.
  • Lamanya waktu laktasi terhenti (breastfeeding gap). Umumnya relaktasi akan lebih mudah bila waktu terhentinya laktasi belum lama
  • Pengalaman makan bayi selama terhentinya laktasi. Kesulitan mengajari bayi untuk menyusu kembali sering kali terjadi bila bayi tersebut sudah terbiasa menggunakan dot. Sehingga untuk kasus bayi yang lahir dengan berat badan rendah disarankan untuk diberikan minum dengan cangkir untuk mempermudah proses relaktasi.
  • Sudah mendapat makanan pendamping. Relaktasi akan sulit dilakukan pada bayi yang sudah mendapat makanan pendamping.

2. Hal yang berhubungan dengan ibu
  • Motivasi ibu. Ibu mempunyai motivasi yang kuat karena mengetahui laktasi sangat penting dalam mendukung kesehatan bayi.
  • Lamanya waktu dari berhentinya laktasi (lactation gap). Umumnya makin pendek waktu terhentinya laktasi, makin mudah ibu untuk melakukan relaktasi.
  • Kondisi payudara ibu. Adanya infeksi atau luka pada payudara maupun bentuk puting yang terbenam menjadikan alasan ibu menghentikan laktasi. Setelah infeksi teratasi dan ibu mendapat bimbingan laktasi, motivasi ibu muncul untuk menyusui anaknya kembali.
  • Kemampuan ibu untuk berinteraksi dengan bayinya dan dukungan dari keluarga, lingkungan dan tenaga kesehatan.

Persiapan Apa yang Harus Dilakukan Sebelum Melakukan Relaktasi?
Pilihlah waktu melakukan relaktasi yang tepat. Sebaiknya relaktasi tidak dilakukan dalam periode pindahan rumah, ibu sedang banyak kegiatan, ibu atau bayi sedang tidak terlalu sehat, sehari-hari ibu hanya tinggal sendiri di rumah dengan bayi, dsb.
Bersiap-siaplah untuk menghadapi stres yang mungkin akan dialami selama minggu-minggu pertama dimulainya masa relaktasi. Ada kemungkinan bayi akan menolak menyusu langsung dari payudara, atau bayi akan lebih banyak menangis karena merasa frustasi dengan sedikitnya ASI yang mulai keluar.
Mintalah dukungan mental dari orang-orang terdekat di lingkungan.
Konsultasikan masalah Anda dengan tenaga profesional seperti konselor atau konsultan laktasi. Sebagian besar proses relaktasi memang membutuhkan pendampingan konselor atau konsultan menyusui.
Percaya bahwa akan mampu untuk memberikan yang terbaik untuk bayi, dan walaupun awalnya terasa sangat sulit, namun yakin bahwa perjuangan akan membuahkan hasil.
Pastikan cukup makan dan minum yang bergizi untuk menjaga kondisi tubuh selama proses relaktasi.
Anda dapat mengkonsumsi apapun yang Anda sukai dan Anda percayai dapat meningkatkan produksi ASI. Ingat, kata kuncinya adalah “suka” dan “percaya”. Jika Anda tidak percaya bahwa suatu makanan atau minuman bisa memperbanyak ASI, hasilnya tidak akan optimal. Begitu juga jika Anda mengkonsumsi makanan atau minuman secara terpaksa. Jika diperlukan. mintalah kepada dokter Anda obat yang dapat membantu tubuh dalam memproduksi ASI,
Mulai mendelegasikan pekerjaan-pekerjaan rumah yang sekiranya bisa delegasikan, karena akan menghabiskan hampir seluruh waktu bersama bayi selama minggu-minggu pertama program relaktasi.
Kurangi kegiatan di luar rumah, dalam minggu-minggu pertama masa relaktasi sedapat mungkin menghabiskan waktu 24 jam dalam sehari bersama bayi.
Tingkatkan skin to skin contact dengan bayi. Tidurlah bersamanya baik pada malam maupun siang hari, dekaplah dan gendonglahsesering mungkin.
Lakukan terus komunikasi pada bayi Anda, meskipun si kecil belum sepenuhnya memahami apa yang Anda katakana, namun komunikasi ini akan mampu meningkatkan bonding antara Ibu dengan bayi, sekaligus meningkatkan sugesti positif ibu agar sukses relaktasi.
Sebisanya mungkin seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan bayi dikerjakan sendiri, seperti memandikan, menggantikan popok, menidurkan dan mengajaknya bermain.
Berlatih memposisikan bayi pada payudara dengan posisi dan pelekatan yang benar. Cobalah dengan berbagai cara untuk menemukan kembali posisi yang paling nyaman ketika mulai menyusui.

Bagaimana Cara Melakukan Relaktasi? 
Relaktasi hanya bisa dilakukan dengan satu cara, yaitu : membiarkan bayi menyusu sesering mungkin pada payudara. Frekuensi menyusui ini setidaknya adalah 10 kali dalam 24 jam atau lebih jika memang bayi menginginkannya.

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat tempuh dalam proses relaktasi:
Biarkan bayi mengisap payudara sekitar 30 menit setiap kali ia menyusu, jika dimungkinkan. Atau secara bertahap dapat ditingkatkan durasi menghisapnya tersebut, dimulai dari sekurangnya 15 menit pada saat menyusu.
Usahakan untuk selalu bersama bayi terutama pada malam hari ketika hormon prolaktin sedang dihasilkan secara optimal.
Susu formula yang sebelumnya sudah diberikan tetap diberikan sesuai berat badan bayi, tetapi segera setelah ASI mulai keluar sedikit, porsi susu formula tersebut dapat dikurangi sebanyak 30-60 ml dalam sehari, sampai akhirnya tidak diberi sufor sama sekali. Sufor hendaknya tidak diberikan dengan dot, tetapi dengan pipet, cup feeder atau sendok. Hentikan juga penggunaan empeng, karena empeng akan membuat bayi merasa nyaman sehingga dia merasa tidak perlu menghisap pada payudara ibu.
Lama berhenti menyusui dapat dijadikan tolak ukur kasar mengenai jangka waktu relatasi. Jika baru berhenti menyusui, maka dibutuhkan waktu yang tidak lama untuk menghasilkan kembali atau meningkatkan pasokan ASI. Namun, jika telah berhenti menyusui lama, mungkin akan dibutuhkan waktu yang lama pula untuk menghasilkan ASI kembali atau meningkatkan produksinya.
Relaktasi lebih mudah jika bayi sangat muda (kurang dari 3 bulan), daripada jika bayi berumur lebih dari 6 bulan. Namun, relaktasi dimungkinkan pada usia berapa saja.
Relaktasi lebih mudah jika bayi baru saja berhenti menyusu dibandingkan dengan bayi yang sudah lebih lama berhenti menyusu. Namun, relaktasi dimungkinkan kapan saja.
Pastikan posisi dan pelekatan menyusui sudah benar dan nyaman.
Jika bayi menolak mengisap payudara yang ’kosong’, ibu dapat memberikan susu (formula atau ASIP) melalui pemakaian pipa nasogastrik yang dihubungkan ke cangkir atau semprit, dimana sisi yang satu lagi di tempelkan pada payudara. Ibu dapat mengontrol pengaliran cairan dengan menaikkan atau merendahkan cangkir atau semprit saat bayi menyusu pada payudara ibu. Metode drip drop dengan menggunakan pipet yang diteteskan di payudara saat bayi menyusu merupakan salah satu metode yang sering digunakan. 
Terus pantau jumlah BAK harian bayi (setidaknya 6 kali) dan juga kenaikan berat badan bayi yaitu sekurangnya 500 gram dalam sebulan. 



Sumber:
supportbreastfeeding.wordpress.com/2010/01/26/relaktasi-bila-ibu-ingin-memberi-asi-yang-sempat-terhenti/

Tuesday, July 16, 2013

ASI vs Susu Formula

ASI vs Susu Formula

Ada 1001 alasan kenapa ASI menjadi pilihan terbaik bagi bayi. Beberapa poin pentingnya bisa dibandingkan dalam tabel di bawah ini:
ASI
SUSU FORMULA
Kaya DHA dan AA untuk pembentukan sel otak, mudah diserap usus bayi, kaya kolesterol, mengandung enzim pencerna lemak
Seringkali kurang DHA, tidak ada kolesterol, tidak diserap secara sempurna
Mengandung lactoferin (baik untuk usus), lisosim (enzim anti mikroba), kaya protein pembangun tubuh dan otak
Tidak ada lactoferin dan lisosim. Protein pembangun tubuh dan otaknya kurang
Kaya laktosa (karbohidrat penting untuk perkembangan otak) dan oligosakarida yang meningkatkan kesehatan usus
Kurang laktosa dan oligosakarida bahkan dalam beberapa susu formula tidak terkandung di dalamnya
Kaya akan sel darah putih dan imunoglobulin (untuk antibodi)
Tidak ada sel darah putih atau sel lainnya, sedikit imunoglobulin dan biasanya jenis yang salah
ASI mengandung lemak tak jenuh yang tinggi yaitu 34 persen, sehingga ia memiliki asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids).
Lemak tak jenuhnya hanya 3 persen sehingga ia lebih banyak asam lemak tak jenuh rantai pendek, sehingga bisa menyebabkan obesitas
Mengandung zat besi, zink dan kalsium, (besi mampu diserap sekitar 50-75%), juga mengandung antioksidan
Tidak diserap dengan baik, mengandung antioksidan
Kaya enzim pencerna seperti lipase dan amilase. Kaya hormon seperti tiroid, prolaktin, oksitosin.
Kurang enzim dan hormon
Komposisi zat gizi ASI sejak hari pertama menyusui biasanya berubah dari hari ke hari. Misalnya kolostrum (cairan bening kekuningan yang keluar pada awal kelahiran) terbukti mempunyai kadar protein yang lebih tinggi, serta kadar lemak dan laktosa yang lebih rendah dibandingkan ASI mature (ASI yang keluar pada hari ke-10 setelah melahirkan). Kandungan kolostrum yang seperti ini akan membantu sistem pencernaan bayi baru lahir yang belum berfungsi optimal. Selain itu komposisi ASI pada saat mulai menyusui (foremilk) berbeda dengan komposisi pada akhir menyusui (hindmilk). Kandungan protein foremilk (berwarna bening dan encer) tinggi, tetapi kandungan lemaknya rendah bila dibandingkan dengan hindmilk (berwarna putih dan kental).
Komposisi zat gizinya selalu sama untuk setiap kali minum (sesuai aturan pakai).
ASI juga mengandung whey (protein utama dari susu yang berbentuk cair) lebih banyak daripada casein (protein utama dari susu yang berbentuk gumpalan) dengan perbandingan 65 : 35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap oleh tubuh bayi.
Tidak seluruh zat gizi yang terkandung di dalamnya dapat diserap oleh tubuh bayi. Misalnya, protein susu sapi tidak mudah diserap karena mengandung lebih banyak casein. Perbandingan whey dan casein dalam susu sapi adalah 20 : 80.
Pembentukan enzim pencernaan bayi baru sempurna pada usia kurang dari 5 bulan. ASI mudah dicerna bayi karena mengandung enzim-enzim yang dapat membantu proses pencernaan.
sulit dicerna karena tidak mengandung enzim pencernaan. Akibatnya, lebih banyak sisa pencernaan yang dihasilkan dari proses metabolisme (proses pembakaran zat-zat di dalam tubuh menjadi energi, sel-sel baru,dll) yang membuat ginjal bayi harus bekerja keras.
Cita rasa ASI bervariasi sesuai dengan jenis senyawa atau zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi ibu.
Bercita rasa sama dari waktu ke waktu.
Ekonomis dan praktis
Tidak ekonomis dan tidak praktis
ASI dalam payudara ibu selalu steril
Pembuatan sufor memerlukan lingkungan dan alat-alat yang higienis

Sumber:
http://aimi-asi.org/menyusui-menabung-untuk-masa-depan/
http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2012/02/10/asi-pilihan-terbaik-untuk-si-buah-hati-438073.html


Wednesday, July 10, 2013

Story Telling: Beda Usia Beda Cara

Setelah mengerti bagaimana memilih buku yang tepat, selanjutnya, orangtua masih perlu membantu dan mengarahkan anak agar minat bacanya makin meningkat. Lakukan langkah-langkah berikut ini:


1. Untuk Balita

  • Sebelum bercerita, baca dulu buku yang akan kita bacakan, kemudian pahami isinya.
  • Jika sudah tahu jalan ceritanya, Anda dapat bertutur dengan lebih lancar disertai improvisasi. Misalnya disertai intonasi suara dan gerakan-gerakan sesuai dengan alur cerita. Ingat, cara bercerita yang membosankan tentu membuat anak jadi tidak betah mendengarkan Anda bercerita! 
  • Sambil bercerita tunjukkan gambar yang ada di buku untuk memudahkan anak memahami cerita. Jangan lupa gambar tersebut membantu anak berimajinasi. 
  • Posisi membaca sebaiknya berhadapan atau persisian dengan anak sambil memperlihatkan buku cerita tersebut supaya anak dapat melihat isi maupun gambarnya. Itulah perlunya membaca buku yang akan dibacakan lebih dulu agar tanpa membaca kalimatnya satu per satu pun kita dapat terus bertutur lancar. 
  • Boleh saja kita menyelingi cerita dengan pertanyaan-pertanyaan untuk memastikan bahwa anak telah mengikuti cerita dengan baik. 
  • Nah, pada setiap akhir cerita kita bisa berdiskusi tentang pelajaran apa yang mereka dapatkan dari cerita tersebut. 


2. Untuk Anak yang Baru Bisa Membaca (5-7 tahun)
  • Perkenalkan buku dengan menyajikan hal-hal menarik sehubungan dengan cerita yang dimaksud. Misalnya dengan mengatakan, "Ade, buku Spiderman ini seru lho. Jagoannya bisa melompat dari gedung satu ke gedung lain." 
  • Ajak anak bersama-sama membacanya. Lalu minta ia membaca sendiri. Ingat, dampingi saat dia membaca, agar ketika dia mengalami kesulitan, Anda dapat segera membantunya. Begitu pula jika ia tidak paham makna kata-kata yang tertera dan jalan ceritanya. Dengan begitu, pelajaran moral dari dongeng tersebut bisa diambil dengan baik
  • Setelah selesai membaca jangan biarkan anak langsung menutup buku ceritanya. Ajak ia berdiskusi tentang isi cerita dengan menanyakan apa yang dapat ia simpulkan dari perilaku tokoh-tokoh dalam cerita tersebut
  • Tak salah bila kita menantangnya untuk mengaplikasikan "pelajaran" yang ia petik dari cerita tersebut dalam kehidupan sehari-hari

3. Sudah Lancar Membaca (8-12 tahun)

Umumnya, anak usia ini sudah mampu menelusuri jalan cerita lebih dalam. Buku dengan cerita yang serderhana, bergambar besar-besar dan kalimat yang singkat cenderung sudah ditinggalkan. Anak lebih tertarik pada alur cerita yang kompleks, gambar dengan ekspresi yang lebih kuat serta tantangan membaca yang lebih berkualitas. Anak pun umumnya sudah tidak mau dibacakan orang tua lagi, tapi sudah ingin membaca buku sendiri.

Namun demikian, pengawasan dari orang tua tetap diperlukan agar apa yang didapat anak dari cerita tersebut tidak sia-sia.

Ajaklah si kecil berdiskusi setelah membaca, misalnya dari segi penokohan, ada tokoh baik dan tokoh jahat yang tercermin dari perkataan dan perilakunya. Minta anak menyontohkan mana perbuatan baik dan mana yang jahat. Mengapa perbuatan baik perlu dilakukan dan kenapa perbuatan jahat harus ditinggalkan. Dengan demikian, dia bisa membedakan mana perbuatan baik dan buruk. 





Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, CMFT, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist, Psychoanalyst, Graphologist, Sexologist.

Monday, July 8, 2013

perkembangan balita

Perkembangan balita Ibu 


Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental yang pesat, Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental yang pesat. Pada masa ini otak balita Ibu telah siap menghadapi berbagai stimuli seperti belajar berjalan dan berbicara lebih lancar. 

Beda menu balita dengan orang dewasa 
Balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Mereka butuh lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat. Cermati perbedaan ini saat Ibu merencanakan menu makan balita: 

Gula & Garam 


  • lupakan penggunaan gula dan garam pada menu bayi. Kalau pun ia sudah berusia di atas 1 tahun, batasi penggunaannya. Konsumsi garam untuk balita tidak lebih dari 1/6 jumlah maksimum orang dewasa sehari atau kurang dari 1 gram. Cermati makanan balita Ibu karena makanan orang dewasa belum tentu cocok untuknya. Kadang makanan Ibu terlalu banyak garam atau gula, atau bahkan mengandung bahan pengawet atau pewarna buatan. 


Porsi Makan 

  • Porsi makan anak juga berbeda dengan orang dewasa. Mereka membutuhkan makanan sumber energi yang lengkap gizi dalam jumlah lebih kecil namun sering. 


Kebutuhan Energi & Nutrisi 

  • Bahan makanan sumber energi seperti karbohidrat,protein, lemak serta vitamin, mineral dan serat wajib dikonsumsi anak setiap hari. Atur agar semua sumber gizi tersebut ada dalam menu sehari. 


Susu Pertumbuhan
  • Susu sebagai salah satu sumber kalsium, juga penting dikonsumsi balita. Sedikitnya balita butuh 350 ml/12 oz per hari. Susu Pertumbuhan dari Nutricia merupakan susu lengkap gizi yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi anak usia 12 bulan ke atas dan menjadi pelengkap menu buah hati ibu. 


Jadi apakah ‘menu seimbang’ itu? 
Menu seimbang adalah gabungan dari : 
Karbohidrat 
  • Seperti nasi, roti, sereal, kentang, atau mi. 
  • Kenalkan beragam karbohidrat secara bergantian. 
  • Selain sebagai menu utama, karbohidrat bisa diolah sebagai makanan selingan atau bekal sekolah seperti puding roti atau donat kentang yang lezat. 
Buah dan sayur 
  • Seperti pisang, pepaya, jeruk, tomat, dan wortel 
  • Jenis sayuran beragam mengandung zat gizi berbeda. 
  • Berikan setiap hari baik dalam bentuk segar atau diolah menjadi jus. 
Susu dan produk olahan susu 
  •  Susu pertumbuhan 
  • Produk olahan susu seperti keju dan yoghurt 
  • Pastikan balita Ibu mendapatkan asupan kalsium yang cukup dari konsumsi susunya 

Protein 
  • Seperti ikan, susu, daging, telur, kacang-kacangan 
  • Seperti ikan, susu, daging, telur, kacang-kacangan 
  • Tunda pemberiannya bila timbul alergi atau ganti dengan sumber protein lain. 
  • Untuk vegetarian, gabungkan konsumsi susu dengan minuman berkadar vitamin C tinggi untuk membantu penyerapan zat besi. 

Lemak dan gula 
  •  Seperti yang terdapat dalam minyak , santan , dan mentega, roti, dan kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang penting untuk perkembangan otak. Pastikan balita Ibu mendapatkan kadar lemak esensial dan gula yang cukup bagi pertumbuhannya. Namun perlu diperhatikan bahwa lemak dan gula tidak digunakan sebagai pengganti jenis makanan lainnya (seperti karbohidrat). 

Makanan yang Harus Dihindari 
Beberapa makanan perlu perhatian extra untuk dihindari, diantaranya: 
  • Makanan yang terlalu berminyak , junk food, dan makanan berpengawet sebaiknya dihindari. Gunakan bahan makanan segar untuk menu makan keluarga terutama untuk balita. 
  • Penggunaan Garam. bila memang diperlukan sebaiknya digunakan dalam jumlah sedikit. Dan pilih garam beryodium yang baik untuk kesehatan. Bila membeli makanan dalam kemasan, perhatikan juga kandungan garamnya. 
  • Aneka jajanan di pinggir jalan yang tidak terjamin kebersihan dan kandungan gizinya. Ibu bisa membuat sendiri ‘jajanan’ untuk balita Ibu hingga ia tidak tergiur untuk jajan. 
  • Telur dan kerang. Karena seringkali menimbulkan alergi bahkan keracunan bila Ibu tidak jeli memilih yang segar dan salah mengolahnya. Biasakan mengolah telur sampai matang untuk menghindari bakteri yang dapat mengganggu pencernaan. 
  • Kacang-kacangan. Karena bisa jadi juga bisa jadi pencetus alergi. Jangan berikan kacang bila si balita belum terampil mengunyah karena bisa tersedak. 

Balita yang suka pilih-pilih makanan 
Balita Ibu bisa saja menolak makanan yang sudah menjadi andalan Ibu. Ia kini mulai pilih-pilih makanan. Karena itu, variasi makan dibutuhkan untuk mencegah anak bosan. 
Diperkirakan setengah dari semua balita rewel saat makan. Hal ini wajar - dan Ibu tidak sendirian! Tips ini mungkin dapat membantu Ibu melampaui 'masa masa percobaan' ini! 

Beberapa tips agar anak tak rewel saat makan 
  • Atur pemberian makan balita Ibu sesuai waktu makan ketika mereka merasa lapar. Pola alami akan berkembang dan Ibu dapat mulai mengatur rutinitas. 
  • Biarkan balita Ibu makan makan sendiri dan jangan memaksanya sampai piringnya bersih karena akan menjadi tekanan dan bisa mengurangi selera makannya hingga menjadi rewel. 
  • Jika balita Ibu menolak makanan, jangan menyerah. Ibu dapat memperkenalkannya lagi dalam beberapa hari. Beberapa makanan baru perlu dicoba sampai 15 kali sebelum dapat diterima. 
  • Buat susana makan yang tenang atau sambil memutar musik riang. Jangan menyalakan TV, karena membuat balita Ibu tidak konsentrasi saat makan. 
  • Selalu berikan porsi kecil dengan bentuk menarik sebagai permulaan dan berikan sedikit tambahan jika mereka masih lapar. 
  • Bila balita Ibu tidak suka sayur, siasati dengan ‘sayur tersembunyi’ seperti parutan wortel atau bayam cincang dalam adonan perkedel. Atau ganti dengan memberikan buah dalam menu mereka. 
  • Usahakan makan bersama keluarga. Meskipun setiap balita berbeda, beberapa balita menirukan perilaku orang lain. Jadi jika Ibu menikmati makanan yang menyehatkan, balita Ibu dapat melihat dan belajar dari apa yang Ibu lakukan. 
  • Berikan penghargaan ketika mereka menghabiskan makannya. Jangan lupa, perhatiikan atau bicarakan makanan lain apa yang disukai. 
Yang paling penting adalah berusaha sabar! Selera makan balita Ibu mungkin nampak berubah dari hari ke hari, tetapi pertahankan menu seimbang untuk mereka. 





Saturday, July 6, 2013

Menyusui Pasca C-Section

Hampir semua ibu mengharapkan proses kelahiran yang normal tanpa intervensi medis. Namun demikian, ada kalanya seorang ibu harus dihadapkan pada kenyataan bahwa ia harus menjalani kelahiran melalui C-section atau operasi Caesar, baik yang diputuskan secara darurat ketika proses kontraksi tidak berjalan sesuai yang diharapkan, maupun operasi yang sudah direncanakan mengingat kondisi ibu atau bayi yang tidak mungkin menjalani proses kelahiran yang normal.

Seringkali proses kelahiran dengan C-section menjadi penghambat sukses menyusui, terutama di hari-hari awal setelah melahirkan. Artikel berikut ini ingin menggambarkan bahwa walaupun seorang ibu harus menjalani C-section, awal proses menyusui bisa dapat dilakukan dengan baik sehingga sukses menyusui juga dapat dicapai. Akan dijelaskan persiapan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi sukses menyusui pasca C-section dan tips apa saja yang bisa dilakukan agar dapat menyusui dengan nyaman pasca C-section.

Persiapan mental terkait proses kelahiran 
Meskipun ingin melahirkan normal tetap siapkan mental untuk kemungkinan dilakukannya tindakan C-section sebagai langkah emergency. Kesiapan mental ini dapat membantu ibu untuk lebih siap menghadapi fase pemulihan yang juga berpengaruh ke sukses menyusui. 
Banyak ibu yang merasa karena mereka gagal melahirkan normal, itu berarti juga akan gagal menyusui. Padahal faktanya tidaklah demikian. Melahirkan dengan prosedur operasi atau normal tetap bisa sukses menyusui. Untuk mereka yang harus menjalani C-section yang tidak direncanakan, menyusui adalah cara efektif untuk meningkatkan rasa “keibuan” yang seringkali hilang pada ibu yang merasa diri mereka gagal melahirkan dengan cara yang normal. Jika C-section dilakukan dengan rencana berarti Ibu bahkan bisa lebih merencanakan dengan baik bagaimana proses menyusui setelah operasi. 
Yakinlah bahwa apapun prosedur melahirkan yang Ibu alami, itu tidak akan menghentikan pemberian ASI. 

Persiapan teknis menjelang kelahiran
Ada berbagai persiapan teknis yang harus diperhatikan oleh semua pasangan agar dapat berhasil menyusui. 
Mencari dokter atau bidan pro-ASI dan klinik atau rumah sakit bersalin yang pro-ASI. Kedua hal ini penting agar Ibu bisa memperoleh semua dukungan agar dapat menyusui sejak hari pertama kelahiran. Untuk proses kelahiran lewat C-section proses pencarian Ibu untuk mendapatkan semua dukungan agar sukses menyusui menjadi lebih krusial karena tidak semua rumah sakit atau klinik melahirkan sudah memiliki protokol yang jelas untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) setelah kelahiran C-section. Banyak RS di Indonesia yang masih menerapkan IMD hanya untuk proses kelahiran normal. Konsultasikan semua dengan dokter Ibu bahwa Ibu ingin IMD, terlepas dari apapun proses melahirkan yang akan Ibu jalani, tentu saja dengan catatan selama kondisi Ibu dan bayi sama-sama stabil. Konsultasikan dengan detail di mana IMD akan dilaksanakan, siapa yang akan ada di sana untuk mendampingi, dan sebagainya. 
Jika Ibu menjalankan proses kelahiran C-Section yang direncanakan, pastikan Ibu berkonsultasi juga mengenai pilihan anastesi yang akan diambil. IMD dapat dijalankan segera setelah kelahiran apabila anastesinya bersifat lokal atau spinal. Sementara untuk anastesi yang sifatnya total, maka IMD harus menunggu hingga ibu kembali kesadarannya. 
Beberapa RS masih menjalankan praktek observasi bayi di kamar bayi pada periode 24 jam setelah kelahiran dengan C-section. Jika kondisi bayi stabil, diskusikan dengan dokter Ibu apabila memungkinkan untuk melakukan rooming-in segera setelah Ibu kembali ke bangsal perawatan. Jika setelah C-section ternyata bayi memerlukan intervensi medis, maka ibu harus tetap memerah ASI segera setelah melahirkan dan melakukannya secara rutin. Hasil perahannya bisa diberikan kepada bayi dengan pipet atau cup feeder. Memerah sejak awal selain untuk memastikan bayi tetap mendapatkan kolostrum yang diperlukan, juga membantu ibu untuk tetap menstimulasi produksi ASI, dan mencegah bengkak pada payudara. 
Pastikan bahwa bayi tidak mendapatkan susu formula, botol dot dan empeng selama hari-hari awal setelah kelahiran. Jika dalam kasus-kasus medis tertentu dimana dokter menyarankan suplementasi susu formula, lakukan tanpa menggunakan botol dot agar bayi terhindar dari bingung puting. 

Manfaat IMD pada ibu yang melahirkan dengan proses kelahiran melalui C-section pada dasarnya sama saja dengan ibu yang melahirkan normal. Manfaatnya antara lain adalah:
Selain menjadi sumber bonding antara ibu dan bayi 
IMD juga memancing keluarnya kolostrum yang sangat berguna untuk imunitas bayi dan membantu proses transisi lancarnya ASI matang yang akan keluar pada sekitar hari ketiga. 
IMD juga memancing keluarnya hormon oksitosin yang membantu kontraksi rahim untuk mengembalikan rahim ke kondisi sebelum kehamilan. 
Bayi yang lahir dengan C-section biasanya cenderung lebih mengantuk. Apalagi jika si ibu terkena anastesi dalam waktu yang panjang sejak periode kontraksi. 
Ibu yang melahirkan dengan C-section umumnya memang mengalami sedikit kelambatan dalam hal keluarnya ASI dibanding mereka yang melahirkan dengan cara yang normal. Untuk itu, bayi membutuhkan lebih banyak stimulasi untuk lebih sering menyusu meskipun mereka cenderung mengantuk. Untuk itu, IMD sangat diperlukan untuk mengejar keterlambatan keluarnya ASI pada ibu yang melahirkan dengan C-section. 
Ibu yang menjalani kelahiran dengan C-section biasanya akan berada di rumah sakit/klinik lebih lama dari ibu yang melahirkan normal. Kesempatan ini dapat untuk memulihkan kondisi sekaligus mendapatkan bantuan mengenai menyusui dari tenaga medis atau dari konselor laktasi yang ada di RS. Sehingga saat kembali ke rumah, proses menyusui sudah lebih berjalan mantap. 


ASI yang “Lambat Keluar”
Ibu yang menjalani C-section sering mengeluhkan ASI yang lambat keluar. Pada dasarnya, proses keluarnya ASI pada ibu yang menjalani kelahiran normal dengan kelahiran dengan C-section sama saja. Ketika bayi dan palsentanya keluar, tubuh akan memberi sinyal pada hormon untuk segera mengeluarkan ASI yang sudah diproduksi sejak trimester kedua kehamilan. Sehingga, tubuh ibu yang melahirkan dengan cara normal maupun dengan cara C-section sama-sama mendapatkan sinyal yang sama untuk mengeluarkan ASI. Kelambatan keluarnya ASI sebetulnya bisa terjadi pada ibu yang melahirkan dengan cara normal atau C-section. Hal ini bisa terjadi jika ibu menjalani proses melahirkan yang sulit, terlepas dari apapun metodenya. Tingkat stress dan rasa sakit yang tinggi membuat ASI sering lambat keluar pada beberapa ibu. Jika ASI lambat keluar, tidak perlu cemas. Lakukan hal-hal berikut: 
Menyusui sesering mungkin. Rawat gabung bisa membantu proses ini. Namun jika bayi tidak bisa bersama ibu setiap saat, tetap memerah sesering mungkin untuk memastikan payudara tetap distimulasi. 
Hindari pemberian susu formula sebagai suplementasi kecuali jika ada indikasi medis. Suplementasi yang tidak perlu justru akan menghambat bayi menyusu langsung pada ibunya. 
Pastikan bahwa pelakatan selalu benar. Jika bayi tidak melekat dengan benar dalam proses menyusui, maka ASI yang didapatkan juga tidak akan optimal 


Posisi Menyusui bagi Ibu yang Melahirkan dengan C-section
Untuk ibu yang melahirkan dengan C-section memang tidak semua posisi menyusui dirasakan nyaman. Football hold dan posisi tidur miring seringkali menjadi favorit para ibu untuk menyusui setelah C-section.




Posisi tidur miring (lying down)
Posisi ini adalah salah satu yang paling direkomendasikan karena ibu bisa tetap beristirahat saat menyusui. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menyusui dengan posisi ini: 
Pastikan ada banyak bantal atau alat bantu lain seperti selimut atau handuk yang bisa membantu men-support tubuh bayi agar bisa menyusu dengan nyaman 
Miringkan tubuh Ibu perlahan dan letakkan handuk kecil di dekat bagian insisi atau bekas luka C-section Ibu untuk melindunginya dari tendangan bayi 
Pastikan tubuh bayi berbaring miring berhadapan dengan tubuh Ibu, dengan [perut bayi diposisikan sedekat mungkin dengan perut Ibu. Letakkan bantal atau handuk di belakang punggung bayi agar posisinya tidak bergeser 
Letakkan bantal di belakang punggung ibu dan satu di lututnya untuk mengurangi tekanan pada otot perutnya 
Selalu minta perawat untuk membantu Ibu dan bayi mendapatkan posisi yang nyaman 

Posisi football hold
Tubuh bayi diletakkan di atas bantal, sementara tangan kanan atau kiri ibu menyangga kepalanya. Ibu bisa duduk bersandar di tempat tidur atau di kursi yang nyaman. Pastikan punggung, perut dan kaki ibu berada di kondisi yang nyaman.


Ibu yang melahirkan dengan C-section umumnya harus menggunakan infus. Minta perawat untuk memasang selang infus pada bagian lengan yang membuat ibu masih bisa menyusui dengan mudah. Selalu minta bantuan perawat atau keluarga setiap kali ibu hendak mulai menyusui bayi, terutama untuk membantu memposisikan bayi agar ibu bisa menyusui dengan nyaman.


Pemberian Obat pasca C-Section
Meski secara umum obat yang dikonsumsi pasca C-section, baik pereda rasa sakit maupun antibiotik biasanya aman untuk ibu menyusui, namun jangan lupa selalu memastikan pada dokter atau bidan Ibu bahwa obat yang Ibu konsumsi pasca C-section aman untuk ibu menyusui. Tidak perlu khawatir bila obat-obatan yang Ibu konsumsi aman, karena banyak jenis obat yang bisa dikonsumsi oleh ibu menyusui. Jangan sampai menahan rasa sakit dan tidak mengkonsumsi obat yang diberikan hanya karena Ibu khawatir itu akan mempengaruhi ASI Ibu. Rasa sakit justru bisa menghambat kelancaran proses menyusui.


Bantuan Setelah Pulang ke Rumah
Ibu yang melahirkan dengan C-section umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk memulihkan diri. Saat masih di rumah sakit, bicarakan dengan suami dan keluarga untuk mengatur bantuan bagi ibu di rumah. Jangan enggan untuk minta bantuan. Walau merupakan salah satu prosedur yang popular yang sering dilakukan di seluruh dunia, C-section termasuk prosedur bedah besar. Pastikan ibu mendapatkan bantuan yang cukup setelah kembali ke rumah. Tidak adanya support di rumah setelah kembali dari rumah sakit sering menjadi salah satu penyebab ibu menjadi kelalahan, stress dan akhirnya juga mempengaruhi kelancaran menyusui. Jika ibu mengalami masalah menyusui setelah pulang ke rumah, pastikan segera meminta bantuan ahli seperti konselor laktasi atau bisa mendatangi klinik laktasi terdekat.


Sumber: http://aimi-asi.org/menyusui-pasca-c-section/

Tuesday, July 2, 2013

Ternyata banyak prosedur tetap dalam pertolongan persalinan yang tidak didukung penelitian ilmiah

Mungkin anda langsung mengernyitkan dahi ketika membaca judul artikel ini. “Banyak Prosedur Tetap dalam Pertolongan Persalinan yang Tidak di dukung oleh Penelitian Ilmiah” yang artuinya bahwa ternyata prosedur yang biasa banyak dipraktekkan secara ruitin selama ini tidak memiliki bukti ilmiah untuk mendukung mereka.

Nah sebagai calon ibu dan juga pasien Anda harus jeli, cerdas dan bijak karena proses-proses medis yang sebenarnya tidak perlu benar-benar dapat meningkatkan banyak risiko pada ibu dan bayi. namun Keprihatinan saya adalah dengan banyak dokter kandungan atau bidan, yang mengabaikan bukti ilmiah karena "Saya selalu melakukannya dengan cara ini dan tidak pernah punya masalah. . . "

Berikut ini adalah contoh dari bukti ilmiah saat ini mengenai beberapa prosedur umum yang digunakan dalam kebidanan modern meskipun kurangnya bukti untuk mendukung penggunaannya. Harap dicatat: banyak prosedur yang bermanfaat dalam situasi tertentu. Ini adalah penggunaan rutin yang mereka lakukan tanpa indikasi medis.

1. Induksi / SC elektif untuk bayi yang dicurigai makrosomia (bayi besar): laporan dari The Cochrane Database menyatakan bahwa "tidak ada bukti hasil yang lebih baik setelah induksi persalinan untuk perempuan non-diabetes yang diduga membawa bayi besar. Bayi yang sangat besar (makrosomia - lebih dari 4500 g) kadang-kadang dapat memiliki kesulitan dan kadang-kadang, kelahirannya traumatis. Satu saran untuk mencoba mengurangi trauma ini dan untuk mengurangi kelahiran operatif adalah untuk menginduksi persalinan sebelum bayi tumbuh terlalu besar. Namun, perkiraan berat badan bayi dalam rahim sulit dan tidak terlalu akurat. Estimasi klinis didasarkan pada mengukur ketinggian fundus rahim dan Pemindaian USG sangat bervariasi juga tidak akurat. "


2. Induksi/pemberian Pitocin (Oksitosin injeksi/syntocinon) untuk mempercepat proses persalinan: saya mengacu sini adalah untuk penggunaan pitocin/induksi secara rutin untuk mempercepat persalinan normal. Sayangnya, hal ini terjadi lebih sering dari pada yang Anda piirkankarena angka induksi saat ini meningkat dnegan sangat pesat. Dokter dan bidan memiliki kehidupan di luar rumah sakit, dan godaan untuk mempercepat proses persalinan untuk pulang lebih cepat adalah sulit untuk menolak ketika Anda lelah dan ingin pulang. Bukti menunjukkan: "amniotomi dini dan dosis tinggi oksitosin mungkin keduanya meningkatkan risiko anomali detak jantung janin, tetapi keduanya berguna untuk menghindari persalinan lama."
  • Verspyck E, Sentilhes L. Abnormal fetal heart rate patterns associated with different labour managements and intrauterine resuscitation techniques. J Gynecol Obstet Biol Reprod (Paris).2008 Feb;37 Suppl 1:S56-64. Epub 2008 Jan 9.
  • Enkin M, Keirse M, Neilson J, Crowther C, Duley L, Hodnett E. A guide to effective care in pregnancy and childbirth. 2000et al. New York: Oxford University Press.
  • Fraser W, Turcot L, Krauss I, Brisson-Carrol G. Amniotomy for shortening spontaneous labour. The Cochrane Database of Systematic Reviews. 1999;4:CD000015.F.
  • Clark SL, Simpson KR, Knox GE, Garite TJ. Oxytocin: new perspectives on an old drug. Am J Obstet Gynecol. 2009; 200(1):35.e1–6.

Ini biasanya dilakukan karena ketidaknyamanan yang ibu alami. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan seperti Pitocin untuk merangsang kelahiran Penelitian terbaru mengindikasikan potensi masalah neurologis dan kesulitan belajar.

Jadi saran saya sebelum menerima “tawaran” untuk induksi pertimbangkan dnegan sangat matang. Berikut ini artikel-artikel yang berkaitan tentang induksi:

3. Amniotomi (pemecahan air ketuban) untuk mempercepat proses persalinan: The Cochrane Library melaporkan: "Bukti tidak mendukung proses Amniotomi (pemecahan air ketuban) bagi perempuan dalam persalinan spontan. Tujuan Amniotomi (pemecahan air ketuban) adalah untuk mempercepat dan memperkuat kontraksi, dan dengan demikian memperpendek panjang/lamanya proses persalinan. Selaput ketuban yang tertusuk dengan hook crochet yang bergagang panjang selama pemeriksaan vagina. Pecah selaput diduga melepaskan zat kimia dan hormon yang merangsang kontraksi. Amniotomi telah menjadi praktek standar dalam beberapa tahun terakhir di banyak negara di dunia. Di beberapa RS itu didukung dan dilakukan secara rutin pada semua wanita, dan di RS banyak digunakan untuk wanita yang proses persalinannya berkepanjangan. Namun, ada sedikit bukti bahwa proses persalinan yang lebih pendek memiliki manfaat bagi ibu atau bayi. Ada sejumlah risiko penting tapi jarang yang terkait dengan amniotomi, termasuk masalah dengan tali pusar atau denyut jantung bayi. Tinjauan studi menilai penggunaan amniotomi rutin di semua proses persalinan yang dimulai secara spontan. Ia juga menilai penggunaan amniotomi dalam proses persalinan yang dimulai secara spontan tetapi telah menjadi berkepanjangan. Ada 14 penelitian, yang melibatkan 4893 wanita, tidak ada yang menilai apakah amniotomi meningkatan nyeri perempuan dalam proses persalinan. Bukti menunjukkan tidak ada pemendekan panjang tahap pertama persalinan dan justru terjadi peningkatan kemungkinan operasi caesar akibat amniotomi rutin. Jadi Kesalahpahaman yang umum adalah bahwa pemecahan air ketuban akan membantu untuk kemajuan proses persalinan. Namun ternyata Intervensi ini telah menunjukkan justru meningkatkan risiko seperti infeksi, detak jantung dan masalah tali pusat

The Cochrane Library. Amniotomy for shortening spontaneous labor.http://onlinelibrary.wiley.com/o/cochrane/clsysrev/articles/CD006167/frame.html


4. Pemantauan janin elektronik terus menerus: Kongres Amerika of Obstetricians dan Gynecologists (2005) merekomendasikan bahwa wanita yang sehat tanpa komplikasi dapat dimonitor dengan auskultasi intermiten. Auskultasi intermiten bukan EFM (Electronic Foetal Monitoring) aman dapat mengurangi tingkat bedah caesar. Di Indonesia ini jarang dilakukan, biasanya hanya di lakukan selama 20 atau 40 menit saja untuk mengetahui kesejahteraan janin.
  • American College of Obstetricians and Gynecologists [ACOG]. (2005). ACOG practice bulletin #70: Intrapartum fetal heart rate monitoring. Obstetrics and Gynecology, 106(6), 1453–1460.
  • Gourounti, K., & Sandall, J. (2007). Admission cardiotocographyversus intermittent auscultation of fetal heart rate: Effects on neonatal Apgar score, on the rate of caesarean sections and on the rate of instrumentaldelivery—A systematic review. InternationalJournal of Nursing Studies, 44(6), 1029–1035

5. Episiotomi rutin: Tidak ada studi yang menemukan manfaat untuk episiotomi rutin. Rekomendasi saat ini adalah menggunakan episiotomi bila ada indikasi gawat janin. Mitos tentang prosedur ini adalah dapat memperpendek tahap kala 2 persalinan. Studi terbaru oleh Jurnal American Medical Association menyatakan bahwa jenis trauma parah dapat menimbulkan lebih banyak masalah dengan peningkatan risiko infeksi, bengkak, inkontinensia dan penurunan fungsi seksual.
  •  Dannecker, C., Hillemanns, P., Strauss, A., Hasbargen, U., Hepp, H., & Anthuber, C. (2004). Episiotomy and perineal tears presumed to be imminent: Randomized controlled trial.Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica, 83(4), 364–368.
  • Hartmann, K., Viswanathan, M., Palmieri, R., Gartlehner, G., Thorp, J., & Lohr, K. N. (2005). Outcomes of routine episiotomy: A systematic review. Journal of the American Medical Association, 293(17), 2141–2148.
  •  Klein, M., Gauthier, R., Robbins, J., Kaczorowski, J., Jorgensen, S., Franco, E., et al. (1994). Relationship of episiotomy to perineal trauma and morbidity, sexual dysfunction, and pelvic floor relaxation. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 171(3), 591–598.

6. USG rutin untuk memperkirakan ukuran janin: "estimasi berat janin tidak akurat, dengan sensitivitas yang sangat kurang untuk prediksi kompromi janin." (Dudley 2005). "Prediksi makrosomia janin tetap merupakan tugas yang tidak akurat bahkan dengan peralatan USG modern" (Henrickson2oo8). "Cukup kesalahan dalam estimasi berat badan janin. Dapat membatasi. Ketepatan dan kegunaan klinis pengukuran ini "(Landon 2000).
  • Dudley NJ. A systematic review of the ultrasound estimation of fetal weight. Ultrasound Obstet Gynecol. 2005 Jan;25(1):80-9.
  • Henrickson T. The macrosomic fetus: a challenge in current obstetrics.Acta Obstet Gynecol Scand. 2008;87(2):134-45.
  • Landon MB. Prenatal diagnosis of macrosomia in pregnancy complicated by diabetes mellitus. J Matern Fetal Med. 2000 Jan-Feb;9(1):52-4.

7. Memotong tali pusat segera: "Menunda pengekleman dan pemotongan tali pusat pada neonatus selama minimal 2 menit setelah kelahiransebenarnya sudah sangat bermanfaat untuk bayi baru lahir," (Hutton & Hassan 2007). Studi menunjukkan bahwa penundaan pengikatan plasenta, bahkan jika dengan hanya tiga puluh detik, dapat bermanfaat. Banyak dokter akan setuju bahwa ada manfaat untuk menjepit tertunda, tetapi itu bisa menjadi masalah dan membutuhkan waktu lebih lama. Menunda menjepit dan memotong tali pusat memungkinkan darah janin dari plasenta transfusi kembali ke bayi, yang dapat mengakibatkan kadar zat besi yang lebih tinggi, oksigenasi jaringan meningkat dan mengurangi kejadian perdarahan intraventricular.
  •  Hutton, E. K., & Hassan, E. S. (2007). Late vs early clamping of the umbilical cord in full-term neonates: Systematic review and meta-analysis of controlled trials. JAMA, 297(11), 1241-1252
8. Memberi Aba-Aba saat mengejan: Penelitian berikut menyimpulkan bahwa memungkinkan ibu untuk mengejan sendiri secara spontan (kapan, berapa lama, dan seberapa keras untuk mengejan yang diserahkan kepada ibunya bukannya mengarahkan nya bagaimana menekan atau mengejannya), lebih unggul daripada mengejan yang diarahkan. Memberi Aba-Aba saat mengejan tidak dianjurkan karena ada risiko lebih besar trauma perineum, gawat janin, dan tidak secara signifikan mempersingkat fase kala 2 pada saat persalinan.
  •  A randomized trial of coached versus uncoached maternal pushing during the second stage of labor. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 194(1), 10–13
  • Mayberry, L. J., Wood, S. H., Strange, L. B., Lee, L., Heisler, D. R., & Nielsen-Smith, K. (2000).Second-stage management: Promotion of evidence-based practice and a collaborative approach to patient care. Washington, DC: Association of Women’s Health, Obstetric and Neonatal Nurses (AWHONN).
  •  Roberts, J., & Hanson, L. (2007). Best practices in second stage labor care: Maternal bearing down and positioning. Journal of Midwifery & Women’s Health, 53(3), 238–245.
  • Schaffer, J., Bloom, S., Casey, B., McIntire, D., Nihira, M., & Leveno, K. (2006). A randomized trial of the effects of coached vs. uncoached maternal pushing during the second stage of labor on postpartum pelvic floor structure and function. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 192(5), 1692–1696.
9. Posisi litotomy: Ini, sama dengan amniotomi rutin dan pemantauan janin terus menerus, digunakan di sebagian besar kelahiran rumah sakit. Penelitian berikut menyimpulkan bahwa mengejan sambil dengan posisi litotomy ini tidak menguntungkan dan bahkan bisa berbahaya bagi ibu, dengan bekerja melawan gravitasi, penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan intoleransi janin dalam proses persalinan, episiotomi meningkat, peningkatan penggunaan vakum / forseps, dan meningkatkan rasa sakit untuk ibu.

  • Gupta, J. K., Hofmeyr, G. J., & Smyth, R. (2004). Position in the second stage of labour for women without epidural anaesthesia. Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 4. Art. No.: CD002006.
  • Johnson, N., Johnson, V., & Gupta, J. (1991). Maternal positions during labor. Obstetrical and Gynecological Survey, 46(7), 428–434.
  • Roberts, J., & Hanson, L. (2007). Best practices in second stage labor care: Maternal bearing down and positioning. Journal of Midwifery & Women’s Health, 53(3), 238–245.



sumber: bidankita (Thursday, 26 July 2012)